Robert Kardinal Dorong Audit-Investigasi CSR dan DBH LNG Tangguh

PAPUA BARAT, JAGAPAPUA.COM - Anggota Komisi X DPR Robert J Kardinal mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan melakukan audit terhadap penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dana Bagi Hasil Migas (DBH) yang berasal dari LNG Tangguh. Menurutnya ini penting untuk memastikan keuntungan dari pengelolaan minyak dan gas (Migas) di Blok Tangguh benar-benar tepat sasaran.

"Saya sebagai anggota DPR dari Papua Barat akan menggunakan kewenangan saya untuk meminta BPK dan BPKP melakukan audit investigasi terhadap dana CSR dan DBH itu," tegas Robert di Jakarta, kemarin.

Robert menuturkan, dirinya akan segera berkirim surat ke BPK dan BPKP perihal audit tersebut. Apalagi dia merasa, dana dari CSR dan DBH yang berasal dari hasil pengerukan kekayaan alam di Blok Tangguh belum signifikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua Barat khususnya di Bintuni.

"Mereka (masyarakat adat) punya gas diambil disitu tetapi ternyata disana banyak masyarakat miskin disana. Saya apresiasi temuan Filep Wamafma (Wakil Ketua Komite I DPD) dan saya meminta aparat penegak hukum melakukan tindakan penyelidikan awal," lanjut politisi Fraksi Golkar ini.

Dia berharap melalui audit investigasi ini, penyimpangan atas dana CSR dan DBH bagi masyarakat di Teluk Bintuni dapat dicegah. Sebab dirinya ingat betul ketika pertama kali Kab. Teluk Bintuni ini dibentuk, dana CSR dan DBH walau saat itu masih terbilang kecil, namun mampu membangun banyak infrastruktur pendidikan dan kesehatan disana mulai dari sekolah, rumah sakit hingga meningkatkan taraf pendidikan masyarakat asli Papua.

"Tetapi disaat DBH sekarang jauh berkali-kali lebih besar malah tidak bisa karena tidak mungkin masyarakat (Teluk Bintuni) sedikit tapi banyak anak yang tidak menikmati sekolah, mengalami stunting dan sebagainya. Apakah ini salah program atau terjadi hal-hal lain sehingga perlu diinvestigasi oleh BPK dan BPKP," ujarnya.

Selain itu, Robert juga menilai masalah CSR dan DBH atas pengelolaan di Blok Tangguh ini juga perlu diselesaikan mengingat Provinsi Papua Barat ini telah mengalami pemekaran menjadi Papua Barat Daya. Nah dengan situasi tersebut, tentunya dana DBH yang diperoleh Papua Barat menjadi lebih besar lantaran 6 kabupaten yang sebelumnya menjadi bagian dari Papua Barat, menjadi daerah otonom baru (DOB) dengan Provinsi Papua Barat Daya.

"Tadinya DBH dibagi ke 13 kabupaten. Namun ada DOB (Papua Barat Daya), berarti (DBH) tidak perlu (dibagi) lagi," ujarnya.

Namun lebih dari itu, Robert mendorong agar ada hilirisasi dari hasil pengelolaan migas di Blok Tangguh. Menurutnya, upaya hilirisasi ini penting mengingat aspirasi masyarakat disana meminta agar hasil pembangunan yang menggunakan gas alam dari Teluk Bintuni bisa dihilirisasi di tempat tersebut.

"Karena dengan dibangun disitu (Teluk Bintuni, red) bisa membangkitkan ekonomi yang ada disitu. Sehingga hilirisasi seperti pabrik smelter, pupuk, atau apa saja bangunnya di teluk Bintuni," ujarnya.

Menurutnya, akan banyak keuntungan dari hilirisasi atas pengelolaan LNG Tangguh di lokasi tambang. Pertama, tentu akan sangat efisien dan murah karena apapun yang diperoleh dari hasil penambangan disana tidak perlu lagi dikirim ke luar Papua.

"Karena tidak perlu ongkos transportasi bawa gas alam itu keluar. Kan bangunnya disitu," tambah dia.

Share This Article

Related Articles

Comments (826)

Leave a Comment