pasang iklan

Ini Catatan Senator Filep Wamafma Soal Polemik MK

JAGAPAPUA.COM - Polemik yang terjadi di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK) terus menerus menyita perhatian publik di tanah air. Pada selasa (7/11/2023) lalu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman terbukti bersalah dan melakukan pelanggaran etik berat. Sanksi itu pun membuat Anwar Usman kehilangan jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Pembacaan putusan ini terkait dengan laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi dan lainnya.

Publik pun menyoroti soal dugaan konflik kepentingan yang semakin terasa usai Anwar Usman resmi dicopot hingga kritik sebutan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi “mahkamah keluarga” kian santer terdengar. Pasalnya, saat ini putra presiden, Gibran tengah dicalonkan sebagai bakal calon wakil presiden dengan putusan MK terbaru yang mengantarkan Anwar Usman dproses sidang etik MKMK.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr. Filep Wamafma pun angkat bicara. Filep menyayangkan persoalan yang tengah terjadi di tubuh MK hingga seorang ketua MK telah terbukti melakukan pelanggaran etik berat.

“Sampai hari ini menjadi nyata bagi publik, bahwa ada indikasi kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat tinggi telah dimanfaatkan secara tidak etis. Hal ini jelas menjadi ironi bagi dunia hukum kita, pembagian kekuasaan yang secara teoritis dipelajari di semua jurusan hukum dan politik, seolah-olah tidak berdaya implementatif di tangan penguasa. Alhasil, ruang ketatanegaraan menjadi amburadul, tentu ini menjadi kritik dan pelajaran berharga,” ujar Filep kepada awak media, Jumat (10/11/2023).

“Penilaian etis pun menguak karena kesadaran moral publik menilai lolosnya Gibran sebagai cawapres Prabowo pada gilirannya mengakhiri posisi Anwar Usman sebagai Ketua MK. Meskipun tersandera sanksi etik, publik mengkhawatirkan apakah negara ini telah menjadi negara kekuasaan? Elegi justru terjadi di Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menjadi tiang penjaga konstitusi negara,” sambungnya.

Atas kondisi ini, doktor hukum alumnus Unhas Makassar ini menekankan pentingnya menjawa marwah hukum dan merawat masa depan hukum di Indonesia. Filep pun mengapresiasi putusan MK yang secara tegas telah dilaksanakan dengan baik. Ia lantas mengingatkan pentingnya teori pemisahan kekuasaan tias politica dipegang teguh untuk menghindari absolutisme kekuasaan.

“Tentu kita semua ingat, buku De L’esprit des Lois karya Montesquieu telah mengejutkan dunia, ketika halaman-halamannya mempopulerkan konsep trias politica pada tahun 1748. Meskipun John Locke telah memulai terminologi tersebut, namun pemisahan secara tegas antara kekuasaan eksekutif dan yudikatif menjadi pembeda pikiran Montesquieu. Ide dasar Montesquieu sangatlah jelas, bahwa pemisahan kekuasaan harus dilakukan untuk membatasi kekuasaan itu sendiri dan menghindari absolutisme,” jelasnya.

“Ini memperkuat, kalimat John Emerich Dalberg-Acton, atau yang dikenal sebagai Lord Acton, politisi kebangsaan Inggris, ‘manusia yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakannya, tetapi manusia yang memiliki kekuasaan tak terbatas, sudah pasti menyalahgunakannya’. Dan dalam konsep Foucault, filsuf postmodern asal Prancis, kekuasaan itu tidak lagi tersentral melainkan menyebar. Semua konsep ini baik diterapkan untuk menghindari adanya kekuasaan tunggal atau kekuasaan mutlak, dengan implementasi yang benar, terlebih di negara demokrasi,” tambah Filep yang akrab disapa Pace Jas Merah itu.

Filep menambahkan, masyarakat tentu tidak menghendaki kondisi dimana kuasa eksekutif terlihat begitu perkasa, bahkan nyaris meninabobokan kuasa yudikatif yang sarat dengan kesewenangan penguasa. Oleh sebab itu, senator Filep mengajak masyarakat tetap peduli dan sigap mengawal tegaknya konstitusi dan lembaga konstitusi yakni MK serta penegakan hukum di tanah air.

“Dewasa ini, masyarakat kita semakin cerdas dan obyektif menilai situasi dan dinamika yang terjadi. Tanggapan masyarakat banyak membanjiri ruang-ruang berekspresi seperti media sosial dan lain sebagainya yang pada ujungnya laporan masyarakat dan sejumlah komunitas mengantarkan putusan MKMK. Ini menjadi tanda partisipasi masyarakat berdampak signifikan pada jalannya penegakan hukum di negara kita,” pungkasnya.

Share This Article

Related Articles

Comments (0)

Leave a Comment

Liputan Video

Video Lainnya

Daftar

Gallery