Heran Kasus Dugaan Korupsi di Papua Mandek, Mahfud Akan Evaluasi

JAKARTA, JAGAPAPUA.COM - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mempertanyakan mengapa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Badan Intelijen Negara (BIN) terkait kasus dugaan korupsi di Papua tidak ditindaklanjuti hingga hari ini.

Penanganan kasus dugaan korupsi ini dinilai mandek dan hingga saat ini belum dibawa ke pengadilan. Sementara itu Mahfud mengatakan telah memerintahkan pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Hal ini disampaikannya dalam sebuah diskusi Crosscheck by Medcom.id melalui kanal YouTube-nya, Minggu (26/12/2021).

"Kenapa sampai selama ini belum dibawa (red, ke pengadilan)?" ujar Mahdfud MD.

Selain itu, menurutnya dalam rapat terakhir di kantor Wakil Presiden juga telah disampaikan hasil pemeriksaan BPK RI dan disclaimer, serta hasil temuan BIN yang menemukan informasi dan bukti-bukti terjadinya korupsi.

Ia menyampaikan akan segera melakukan evaluasi untuk mengetahui alasan temuan BPK dan BIN tidak ditindaklanjuti penegak hukum. Menurutnya, pemerintah ingin mendorong penuntasan kasus-kasus korupsi di tanah Papua agar tidak menghambat pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua.

"Nanti kita koordinasikan, agar semuanya menjadi tertib, sehingga Papua itu menjadi Indonesia, seperti bagian-bagian lain di negeri ini, tidak dilakukan secara khusus," jelas Mahfud.

Sebelumya, Mahfud MD menyatakan pemerintah akan menindak tegas kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Papua. Menurutnya, ada sekitar 10 dugaan kasus penyalahgunaan dana negara atau korupsi yang telah teridentifikasi.

Mahfud menjelaskan bahwa data tersebut merupakan hasil dari audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ataupun hasil penelusuran Badan Intelijen Negara (BIN).

"Selama ini mungkin sering dipertanyakan, kenapa kok korupsinya dibiarin. Kita sekarang sudah menentukan 10 korupsi terbesar," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/5/2021) lalu.

Penegakan Hukum Melibatkan 3 Lembaga Negara

Sebelumnya, dalam audiensi bersama Forum Kepala Daerah se-Tanah Tabi dan Sairei (FORKADA) Papua pada Senin (22/2/2021) di Istana Ballroom, Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta,  Mahfud MD menegaskan, penegakan hukum terkait dengan kasus dugaan adanya korupsi dana Otsus Papua telah melibatkan 3 lembaga negara yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Polri untuk mengusut tuntas dugaan kasus tersebut.

"Soal penegakan hukum ini selalu saya dengarkan bila berdialog dengan masyarakat dan tokoh Papua. Karena itu kami menindaklanjuti, kami mengumpulkan Kejaksaan Agung, KPK, Polri, untuk membawa aspirasi ini, penegakan hukum akan kita tindaklanjuti," ujar Mahfud MD.

Sementara itu, pihak Kejagung RI dalam hal ini Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono mengatakan, pihaknya akan menelusuri lebih jauh terkait data atau bukti yang sudah ditemukan. Selanjutnya Kejagung RI akan meneliti apakah dugaan awal adanya penyelewengan dana Otsus tersebut adalah benar tindak pidana korupsi atau merupakan kesalahan administrasi.

“Iya, nanti akan ada semacam pengarahan dari beliau bahwa pengusutan korupsi terkait otsus harus dijalankan oleh tiga lembaga, Polri, kita, sama KPK, baik di Aceh maupun di Papua," kata Kejagung Ali Mukartono, Rabu (24/2/2021).

Lebih lanjut, Ali mengatakan pihaknya belum membentuk tim khusus untuk menangani dugaan kasus tersebut. Ia masih akan berkoordinasi dengan Menko Polhukam beserta Polri dan KPK RI.

Terkait dengan dugaan adanya penyelewengan dana Otsus Papua telah diungkapkan oleh Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri melalui rapat pimpinan Polri pada Rabu (17/2/2021) lalu. Pada rapim tersebut, Karoanalis Baintelkam Polri Brigjen Pol, Achmad Kartiko menyampaikan bahwa telah ditemukan penyelewengan dana Otsus lebih dari Rp. 1,8 triliun.

Laporan tersebut diantaranya didasarkan pada hasil pemeriksaan BPK RI bahwa terdapat pemborosan dan ketidakefektifan dalam penggunaan anggaran. Selain itu, terdapat mark up atau penggelembungan harga dalam pengadaan beberapa fasilitas umum di wilayah Papua. Kemudian juga ditemukan adanya pembayaran fiktif dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sekitar Rp 9,67 miliar. (UWR)

Share This Article

Related Articles

Comments (815)

Leave a Comment